Rabu, 25 Juni 2014

SEJARAH SINGKAT TENTANG AUDIT

SEJARAH AUDIT KINERJA SEKTOR PUBLIK DI INDONESIA

Audit kinerja adalah suatu proses sistematis dalam mendapatkan dan mengevaluasi bukti secara objektif atas kinerja suatu organisasi, program, fungsi atau kegiatan. Evaluasi dilakukan berdasarkan aspek ekonomi dan efisiensi operasi, efektivitas dalam mencapai hasil yang diinginkan, serta kepatuhan terhadap peraturan, hukum, dan kebijakan terkait.
Sejarah audit kinerja di Indonesia dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu aspek historis – substantif dan perspektif terminologi audit.
 A.     SEJARAH AUDIT KINERJA DI INDONESIA DARI ASPEK HITORIS DAN SUBSTANTIF
Aspek historis dan substantif dalam sejarah audit kinerja sektor publik di Indonesia tertuang dalam amanat dua peraturan, yaitu UU No. 15 Tahun 2004 dan PP No. 60 Tahun 2008.
Aspek historis dan substantive yang pertama, yaitu UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara memberikan mandat dan kewenangan kepada BPK sebagai lembaga pemeriksa eksternal untuk melaksanakan audit kinerja.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan amanat UUD Tahun 1945 tersebut telah dikeluarkan Surat Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946 tentang pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan, pada tanggal 1 Januari 1947 yang berkedudukan sementara dikota Magelang. Untuk memulai tugasnya, Badan Pemeriksa Keuangan dengan suratnya tanggal 12 April 1947 No.94-1 telah mengumumkan kepada semua instansi di Wilayah Republik Indonesia mengenai tugas dan kewajibannya dalam memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara, untuk sementara masih menggunakan peraturan perundang-undangan yang dulu berlaku bagi pelaksanaan tugas Algemene Rekenkamer (Badan Pemeriksa Keuangan Hindia Belanda), yaitu ICW dan IAR.
Dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan Piagam Konstitusi RIS tanggal 14 Desember 1949, maka dibentuk Dewan Pengawas Keuangan (berkedudukan di Bogor) yang merupakan salah satu alat perlengkapan negara RIS.
Dengan kembalinya bentuk Negara menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950, maka Dewan Pengawas Keuangan RIS yang berada di Bogor sejak tanggal 1 Oktober 1950 digabung dengan Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUDS 1950 dan berkedudukan di Bogor menempati bekas kantor Dewan Pengawas Keuangan RIS. Personalia Dewan Pengawas Keuangan RIS diambil dari unsur Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta dan dari Algemene Rekenkamer di Bogor.
Pada Tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekrit Presiden RI yang menyatakan berlakunya kembali UUD Tahun 1945. Dengan demikian Dewan Pengawas Keuangan berdasarkan UUD 1950 kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan Pasal 23 (5) UUD Tahun 1945.
Oleh MPRS dengan Ketetapan No.X/MPRS/1966 Kedudukan BPK RI dikembalikan pada posisi dan fungsi semula sebagai Lembaga Tinggi Negara dengan UU No. 5 Tahun 1973 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Dalam era Reformasi sekarang ini, Badan Pemeriksa Keuangan telah mendapatkan dukungan konstitusional dari MPR RI dalam Sidang Tahunan Tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa eksternal di bidang Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR No.VI/MPR/2002 yang antara lain menegaskan kembali kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara dan peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang independen dan profesional.
Untuk menunjang tugasnya, BPK RI didukung dengan seperangkat Undang-Undang di bidang Keuangan Negara, yaitu;

Aspek historis dan substantif yang kedua, yaitu PP No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah memberikan kewenangan kepada Aparat Pengawasan Intern Pemerintah untuk melaksanakan audit kinerja sebagai suatu bentuk pengawasan.
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah adalah  adalah instansi pemerintah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi melakukkan pengawasan dan terdiri atas:
1. DAN, DJPKN, BPKP
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) adalah lembaga pemerintahan non departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. BPKP bertugas untuk melakukan pengawaan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara atas kegiatan tertentu yang meliputi:
  1. kegiatan yang bersifat lintas sektoral
  2. kegiatan kebendaharaan umum negara beredasarkan penetapan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara
  3. kegiatan lain berdasarkan penugasan Presiden.
Perjalanan panjang BPKP sejak berdirinya pada tanggal 30 Mei 1983 telah mengalami pasang surut. Dengan besluit Nomor 44 tanggal 31 Oktober 1936 secara eksplisit ditetapkan bahwa Djawatan Akuntan Negara (Regering Accountantsdienst) bertugas melakukan penelitian terhadap pembukuan dari berbagai perusahaan negara dan jawatan tertentu. Jadi, Djawatan Akuntan Negara (DAN) adalah aparat pengawasan pertama di Indonesia.
Kemudian terbit Keputusan Presiden Nomor 239 Tahun 1966 yang membentuk Direktorat Djendral Pengawasan Keuangan Negara (DDPKN) pada Departemen Keuangan. Tugas DDPKN (dikenal kemudian sebagai DJPKN) meliputi pengawasan anggaran dan pengawasan badan usaha/jawatan, yang semula menjadi tugas DAN dan Thesauri Jenderal.
Selanjutnya dengan Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tanggal 30 Mei 1983, DJPKN ditransformasikan menjadi BPKP, lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Kedudukan BPKP terlepas dari semua departemen atau lembaga sehingga BPKP dapat melaksanakan fungsinya dengan lebih baik dan obyektif.
Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden No 64 tahun 2005. Dalam Pasal 52 disebutkan bahwa BPKP mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam melaksanakan tugasnya, BPKP hanya didukung oleh peraturan presiden non Undang – Undang yaitu :
  • Keputusan Presiden RI No.103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen yang telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2005
  • Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah
  • Instruksi Presiden No.4 Tahun 2011 tanggal 17 Februari 2011 tentang Percepatan Peningkatan Kualitas Akuntabilitas Keuangan Negara
2.     Inspektorat Jenderal
Inspektorat Jenderal (disingkat Itjen) adalah unsur pengawas pada kementerian yang mempunyai tugas melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan kementeriannya. Inspektorat Jenderal dipimpin oleh seorang inspektur jenderal. Inspektorat Jenderal bertugas untuk melaksanakan pengawasan intern dan melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian Negara/lembaga yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pada awal berdirinya Orde Baru tahun 1966, berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 15/U/Kep/8/1966 tanggal 31 Agustus 1966 ditetapkan antara lain kedudukan, tugas pokok dan fungsi Inspektorat Jenderal Departemen. Pembentukan Institusi Inspektorat Jenderal pada suatu Departemen pada saat itu dilakukan sesuai kebutuhan. Dengan Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 38/U/Kep/9/1966 tanggal 21 September 1966 dibentuk Inspektorat Jenderal pada delapan departemen termasuk Departemen Keuangan.
Salah satu peristiwa penting dalam sejarah perkembangan Inspektorat Jenderal khususnya Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan adalah dibentuknya Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dengan terbitnya Keputusan Presiden Nomor 31 tahun 1983. Perangkat/aparat BPKP pada umumnya berasal dari Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara (DJPKN) yang merupakan salah satu unit/aparat pengawasan fungsional pemerintah di bawah Departemen Keuangan.
Dengan dileburnya DJPKN menjadi BPKP sebagai aparat pengawasan fungsional pemerintah di luar departemen, maka sebagaimana departemen lainnya Departemen Keuangan hanya memiliki satu aparat pengawasan fungsional yaitu Inspektorat Jenderal.
3.     Inspektorat Provinsi
Inspektorat Provinsi bertugas melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah provinsi yang didanai dengan Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah provinsi.
4.     Inspektorat Kabupaten/Kota
Inspektorat Kabupaten/Kota bertugas melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah kabupaten.kota yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota.
B.     SEJARAH AUDIT KINERJA DI INDONESIA DARI PERSPEKTIF TERMINOLOGI AUDIT
Sejarah audit kinerja dari perspektif terminologi audit terbagi dalam dua sudut pandang, yaitu internal audit dan eksternal audit. Dalam sudut pandang internal audit, lahirnya audit kinerja merupakan sebuah proses metamorfosis. Sejarah audit kinerja bermula dari adanya audit intern (internal audit), yaitu audit yang ruang lingkupnya memeriksa dan menilai efektivitas dan kecukupan dari sistem pengendalian internal yang ada dalam organisasi, dimana audit tersebut dilakukan oleh auditor intern yang bekerja untuk organisasi tersebut. Audit intern kemudian berkembang menjadi audit operasional yang berisi pengkajian atas setiap bagian organisasi terhadap prosedur operasi standar dan metode yang diterapkan dalam organisasi. Selanjutnya audit operasional berkembang lagi menjadi audit manajemen yang berfokus pada penilaian aspek ekonomi dan efisiensi. Audit manajemen kemudian dilengkapi dengan audit program (program audit) yang bertujuan untuk menilai efektivitas. Gabungan antara audit manajemen dan audit program inilah yang disebut sebagai audit kinerja (performance audit).
Dari sudut pandang eksternal audit, lahirnya audit kinerja erat kaitannya dengan adanya tudingan korupsi, kolusi, nepotisme, dan inefisiensi  terhadap organisasi sektor publik, terutama pemerintah. Pemerintah merupakan organisasi sektor publik yang menjalankan wewenang dan kekuasaan dalam mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik dengan menggunakan sumber dana yang berasal dari masyarakat. Untuk mengetahui bahwa pengelolaan keuangan yang telah dilakukan pemerintah berjalan dengan baik, maka diperlukan fungsi akuntabilitas dan audit atas laporan keuangan. Namun ternyata muncul rasa ketidakpuasan dari masyarakat yang menuntut agar organisasi sektor publik pemerintah juga meningkatkan kualitas dan profesionalisme dalam menjalankan aktivitasnya, tidak hanya terbatas pada keuangan dan kepatuhan saja.
Audit kinerja lahir sebagai wujud ketidakpuasan masyarakat atas hasil audit keuangan yang hanya menilai kewajaran laporan keuangan. Masyarakat ingin mengetahui apakah uang negara yang berasal dari pajak yang telah mereka bayarkan dikelola dengan baik. Mereka ingin menilai apakah uang negara tersebut digunakan untuk memperoleh sumber daya dengan ekonomis (spend less), digunakan secara efisien (spend well), serta dapat memberikan hasil optimal yang membawa manfaat bagi masyarakat (spend wisely).  Kinerja pemerintah ini harus dinilai oleh auditor eksternal yang independen melalui mekanisme audit kinerja.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa audit kinerja dapat dilakukan oleh auditor internal maupun auditor eksternal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar